Nimung Rame, Tradisi Masyarakat Boal yang Tetap Lestari

Sumbawa Besar-UNSANEWS, Ratusan masyarakat dari tiga dusun di Desa Boal Kecamatan Empang terpusat di Tiu Tuik, desa setempat, Selasa (12/9/2022). Kehadiran masyarakat sejak pagi hingga siang hari ini, untuk melaksanakan tradisi budaya “Nimung Rame” yang setiap tahunnya digelar.

Tradisi ini dilakukan secara turun temurun sejak puluhan tahun silam. Uniknya, tradisi ini hanya dilaksanakan pada Hari Selasa di Bulan September. Tidak pernah bergeser ke bulan dan hari lainnya.

Dalam prosesnya, ribuan timung atau nasi santan bamboo ini dijajar panjang di atas bara api yang menyala. Untuk mendapatkan timung yang matang dan siap santap, harus menunggu selama 2 jam. Timung dalam tradisi ini merupakan penganan khas masyarakat setempat yang disajikan khusus menjelang musim hujan.

Sebagai gandengannya, timung dapat dikonsumsi dengan beragam menu lainnya. Bisa dengan opor ayam, ayam goreng, ikan, hingga tape ketan, dan sepat. Cara menyajikannya juga dilakukan secara massal dan melalui ritual keagamaan.

Sebelum disantap, para peserta diharuskan sholat dzuhur berjamaah lalu dilanjutkan dengan sholat hajat dua rakaat. Waktu santapnya juga sangat tepat, di saat perut sudah keroncongan dan sajiannya menggugah selera. Tidak heran jika para peserta sangat lahap dan nikmat.

Prosesi Nimung Rame Tahun 2022 ini diinisiasi Mahasiswa KKL UNSA Kelompok 6 bekerjasama dengan pemerintah desa dan tokoh budaya Desa Boal. “Kegiatan ini sudah dilaksanakan sejak 1950 silam dan terus berlangsung setiap tahun sampai saat ini,” kata Andi Azis, Budayawan Desa Boal.

Menurutnya, Nimung Rame ini merupakan tradisi atau budaya yang dilaksanakan pada pasca panen dan menghadapi musim tanam. Hal itu dilakukan sebagai wujud rasa syukur atas nikmat tuhan yang diberikan kepada masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai petani.

Selain itu sebagai sarana silaturahim dan mempersatukan masyarakat dari semua dusun khususnya di Desa Boal. “Ini hal baik secara sosial, budaya, ekonomi dan agama, serta upaya mempertahankan kearifan local,” imbuhnya.

Kepala Desa Boal, Sriani menyatakan komitmennya untuk tetap melestarikan tradisi budaya ini. Bahkan tradisi ini menjadi kekayaan masyarakatnya yang dapat dijadikan destinasi wisata. “Kami ingin menjadikan kearifan local ini menjadi wisata budaya yang bisa menarik minat wisatawan,” ujarnya.

Sebagai bentuk dukungan, pihaknya akan mengalokasikan anggaran desa untuk menata lokasi (Tiu Tuik) tempat dilaksanakannya kegiatan budaya ini, termasuk membenahi fasilitas yang ada. Demikian dengan infrastruktur jalan sepanjang 4 kilometer menuju lokasi akan diupayakan untuk diperbaiki.

Pihaknya telah mengusulkan ke pemerintah kabupaten melalui leading sektor terkait maupun pokir DPRD Sumbawa. Ia berharap dengan jalan yang bagus, berdampak positif bagi aktivitas dan ekonomi masyarakat.

Sementara Camat Empang, Abdul Rais mengapresiasi tetap terselenggaranya tradisi tersebut, sebagai perwujudan rasa syukur atas keberhasilan masyarakat Desa Boal di bidang pertanian. “Kegiatan yang sangat positif ini harus terus dilestarikan. Selain sebagai wadah pemersatu, juga dapat dilanjutkan oleh generasi mendatang,” pungkasnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *